![](https://indochannel.id/wp-content/uploads/2021/03/nac.png)
Jakarta, IndoChannel.id – Sidang perdana Ferdy Sambo pada Senin 17 Oktober 2022 mengungkapkan fakta mengejutkan. Jaksa dengan lantang membeberkan peran Ferdy Sambo yang ikut menembak hingga akhirnya Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J meninggal dunia.
Peristiwa penembakan itu terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jaksel, pada Jumat (8/7/2022) sore lalu. Saat itu, Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri dan Yosua merupakan salah satu ajudannya.
![](https://indochannel.id/wp-content/uploads/2021/02/WhatsApp-Image-2021-02-27-at-17.43.52.jpeg)
Jaksa mengungkap, awalnya penembakan dilakukan Bharada Richard Eliezer (RE atau E). Jaksa menyebut Eliezer menembak 3-4 kali ke arah Yosua.
Tembakan itu menyebabkan luka di badan Yosua. Setelah ditembak Eliezer, Yosua masih bergerak dan mengerang kesakitan.
Jaksa mengungkap kematian Yosua disebabkan tembakan Sambo. Tembakan terakhir di kepala bagian belakang yang menghabisi nyawa Yosua.
“Terdakwa Ferdy Sambo menghampiri Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan, lalu untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi Terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak 1 (satu) kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia,” ungkap jaksa.
Jaksa mengatakan tembakan Sambo menembus kepala bagian belakang sisi kiri Yosua yang melalui hidung mengakibatkan luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar. Lintasan anak peluru mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat yang mengakibatkan kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan.
Tembakan itu menyebabkan resapan darah pada kelopak bawah mata kanan yang lintasan anak peluru menimbulkan kerusakan pada batang otak.
Namun, Ferdy Sambo tidak mengakui dirinya melakukan penembakan saat bertemu dengan pimpinan. Menurut Jaksa, saat ditanya pimpinan apakah melakukan penembakan terhadap Yosua, Ferdy Sambo mengelak.
Mulanya, seusai kejadian pembunuhan itu terjadi, Ferdy Sambo memanggil Hendra Kurniawan, Benny Ali, dan Agus Patria ke ruang pemeriksaan lantai 3 Biro Provos Mabes Polri. Kepada mereka, Sambo mengatakan harkat dan martabat keluarganya hancur karena Yosua.
“Setelah itu terdakwa Ferdy Sambo kembali memanggil saksi Hendra Kurniawan, Benny Ali, saksi Agus Nurpatria Adi Purnama dan Harun, menyampaikan bahwa ini masalah harga diri, percuma punya jabatan dan pangkat bintang dua kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat,” ungkap jaksa.
Kepada ketiga anak buahnya, Sambo juga mengatakan telah selesai menghadap pimpinan Polri. Ferdy menyebut pimpinannya itu bertanya apakah dia menembak Yosua.
“‘Saya sudah menghadap pimpinan dan menjelaskan, pertanyaan pimpinan cuma satu, yakni ‘kamu nembak nggak, Mbo?’,” ungkap jaksa.
Sambo membantah telah menembak Yosua. Dia berdalih tidak mungkin melakukan penembakan di dalam rumah karena senjatanya itu bisa membuat kepala seseorang pecah.
“Dan terdakwa Ferdy Sambo menjawab ‘siap tidak Jenderal, kalau saya nembak kenapa harus di dalam rumah, pasti saya selesaikan di luar, kalau saya yang nembak bisa pecah itu kepalanya (jebol) karena senjata pegangan saya kaliber 45’,” ujar jaksa.
Sambo meminta Hendra, Agus, dan Benny, untuk tidak mempertanyakan kejadian di Magelang, Jawa Tengah. Dia pun meminta penanganan kasus ini diselesaikan sesuai dengan skenarionya.
“Mohon rekan-rekan untuk masalah ini diproses apa adanya sesuai kejadian di TKP, keterangan saksi dan barang bukti yang diamankan. Untuk kejadian di Magelang tidak usah dipertanyakan, berangkat dari kejadian Duren Tiga saja. Baiknya untuk penanganan tindak lanjutnya di Paminal saja,” ungkap jaksa membacakan arahan Ferdy Sambo yang tertuang dalam dakwaan.
Atas dasar itu, Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam kasus ini, ada empat terdakwa lain yaitu Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.