Jakarta, IndoChannel.id – Telah terjadi pemerkosaan terhadap empat orang siswi SMA di Jayapura, Papua. Pemerkosaan dilakukan oleh pelaku terduga politikus dan pejabat.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ahmad Musthofa Kamal, mengungkapkan jika pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap 8 orang saksi.
“Sudah 8 orang diperiksa saat ini, masih penyelidikan,” ungkap Kamal, Senin (13/9/2021).
Kamal juga memastikan bahwa saksi-saksi yang diperiksa polisi itu mengetahui kejadian dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.
“Para saksi mengetahui tentang peristiwa dugaan persetubuhan di bawah umur (Undang-undang Perlindungan Anak),” tuturnya.
Kamal menambahkan, kasus dugaan pemerkosaan di bawah umur ini tengah ditangani oleh Ditreskrimum Polda Papua. Sementara itu, untuk kasus dugaan pengeroyokan di mana korban mengaku diintimidasi, ditangani oleh Polres Kota Jayapura.
“Untuk pemerkosaan belum. Yang ditangani Polres tentang pengeroyokan. Dan saat ini yang ditangani Ditreskrimum adalah persetubuhan di bawah umur (UU Perlindungan Anak),” bebernya.
Unuk diketahui, empat orang siswi di Jayapura, Papua ini diduga menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan politikus dan pejabat. Polisi menyebut korban dan terduga pelaku pemerkosaan sudah berdamai.
Kabar pemerkosaan tersebut sempat viral di media sosial. Disebutkan bahwa empat siswi itu diculik hingga diperkosa oleh oknum politikus dan pejabat salah satu dinas di Papua.
Awalnya, empat siswi itu diajak seseorang berjalan-jalan ke Jakarta. Kepergian mereka itu disebut tidak diketahui keluarga masing-masing siswi.
Dalam tweet viral itu, peristiwa pemerkosaan disebut terjadi pada pertengahan April 2021. Para korban disebut diiming-imingi mendapatkan uang dari terduga pelaku yang akan dibayarkan pada Juni 2021.
Lalu, keempat korban disebut diculik dan dianiaya. Para korban disebut dipaksa minum alkohol hingga diintimidasi untuk mengikuti kemauan para terduga pelaku.
Setelah dipaksa minum alkohol sampai tidak sadarkan diri, salah satu korban diduga mengalami kekerasan seksual dari oknum pejabat. Mereka disebut dilarang memberitahukan aksi bejat itu kepada siapa pun, termasuk keluarga.
Namun pada akhirnya, keluarga korban mengetahui kejadian itu setelah mendengar desas-desus korban berangkat ke Jakarta. Keluarga, yang didampingi pengacara, melaporkan kejadian itu ke polisi.
Berdasarkan cerita dari cuitan itu, keluarga korban dan pengacara mendapat ancaman dari pelaku dan aparat. Mereka disebut dipaksa mencabut laporan polisi dari Polda Papua.
Oknum Polsek Heram dituding terlibat mengintimidasi keluarga korban dan pengacara. Keluarga korban mengaku sudah dipanggil ke Polresta Jayapura untuk melakukan mediasi.