
Jakarta, IndoChannel.id- Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mendorong pemerintah untuk meninjau ulang pemberlakuan beban regulatory chargers atau iuran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang totalnya telah mencapai lebih dari 10% dari pendapatan kotor industri.
“Kita sama – sama mengetahui Infrastruktur digital yang baik menjadi landasan yang diperlukan untuk menghubungkan masyarakat, memfasilitasi transaksi online, dan mengaktifkan layanan digital lainnya. Operator telekomunikasi dalam hal ini diketahui berperan penting dalam menopang industri dan perekonomian digital di Indonesia, maka menurut kami pemerintah dalam hal ini kementerian terkait (Kominfo dan Kemenkeu) perlu membuat skema insentif dan penurunan BHP yang dibebankan pada operator seluler guna menjaga keberlanjutan bisnis telekomunikasi”, kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys.

Merza menambahkan operator seluler bertanggung jawab untuk membangun dan memelihara infrastruktur telekomunikasi yang kuat, handal dan berkelanjutan sehingga memungkinkan bisnis digital.
“Layanan publik digital, dan inovasi lainnya untuk berkembang dengan optimal. Sayangnya, di tengah posisinya yang semakin strategis, terutama sebagai komponen penting bagi industri lainnya, industri telekomunikasi saat ini justru dilaporkan tidak sedang baik-baik saja”, imbuhnya.
Sebelumnya Merza Fachys. Ia menyampaikan bahwa data menunjukkan 98% penduduk Indonesia mengakses internet melalui smartphone, dan terdapat 353 juta nomor seluler aktif. Dari segi pelaku usaha, sebanyak 94% telah menggunakan internet, dengan mayoritas menggunakan platform Android (92%) dan sisanya iOS (Apple).
Merza menyatakan bahwa hal ini membuktikan bahwa industri telekomunikasi, khususnya operator seluler, telah menjadi penunjang yang sangat baik bagi industri lainnya.
Contohnya, pada tahun 2022, transaksi e-commerce mencapai US$ 55,9 miliar atau sekitar Rp 750 triliun. Sedangkan pemesanan makanan online dalam periode yang sama mencapai US$ 1,4 miliar atau lebih dari Rp 20 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 26,3% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.“
Angka-angka tersebut belum mencakup konten video, musik, dan hal-hal lain yang dihasilkan oleh media sosial,” tambahnya.
“Dengan demikian, industri telekomunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam menggerakkan sektor ekonomi lainnya. Bahkan lebih fantastisnya, 86% dari semua transaksi tersebut dilakukan melalui pembayaran online,” tutupnya.