Jakarta, IndoChannel.id – Ibu adalah seorang wanita yang sangat dimuliakan oleh Allah SWT. Dari seorang ibu pula terlahir anak-anak yang pintar dan hebat. Di Indonesia sendiri, Hari Ibu selalu diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya.
Dalam Islam, begitu tingginya kedudukan orang tua sehingga berkhidmat kepadanya setara dengan berjihad di jalan Allah.
Allah SWT pun akan murka jika seorang anak lupa diri dan durhaka kepada kedua orang tuanya. Jangankan membantah, apalagi memarahi, mengatakan “ah” saja tidak boleh. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan mulia.” (QS al-Isra:23).
Allah mengingatkan supaya menghormati kedua orang tua seperti yang disampaikan dalam surah Luqman ayat 14: “Dan Kami (Allah) berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua. Ibunya telah mengandungnya dengan menderita kelemahan di atas kelemahan, yakni terus-menerus dan masa menyusuinya dalam dua tahun. Hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”
Ayat di atas memberikan pembelajaran nyata betapa seorang ibu berkorban jiwa raga demi kelahiran anaknya. Mengandung sembilan bulan, kepayahan, kemudian sebelum melahirkan dirinya bertaruh nyawa. Maka, amat pantas jika Allah menempatkan seorang ibu dalam posisi kedua yang harus dimuliakan setelah manusia mengabdi kepada Allah sebagai Tuhannya.
Kedudukan mulianya memang wajar. Sejak dalam rahimnya, seorang anak bergantung pada ibu. Lewat tali ari-arinya seorang anak dalam rahim menyerap makanan yang ada dalam diri ibunya. Ketika seluruh organ tubuhnya terbentuk dan diberi nyawa, seorang ibulah yang merasakan getarannya sehingga kedekatan kita dengan ibu sudah terjalin sejak ada dalam rahimnya.
Setelah lahir dan besar, ibu pula yang berperan mengajarkan ilmu dalam bertutur kata dan menyerap ilmu kehidupan. Maka, pantaslah jika kemudian dikatakan bahwa “Surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.” Dengan peranan seorang ibu, anak manusia dapat melangkah menggapai surga.
Ibu mendapatkan tempat pada posisi yang sangat mulia, sehingga anak diwajibkan hormat kepada ibu terlebih dahulu, sebelum kepada Ayah. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits-haditsnya.
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya.” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan)
Selain disebut tiga kali oleh Rasulullah SAW, beliau juga pernah menyampaikan sebuah hadits tentang wasiat dari Allah SWT mengenai ibu.
Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib radhiallahu’ahu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
نَّ اللَّهَ يوصيكم بأمَّهاتِكُم ثلاثًا، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بآبائِكُم، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بالأقرَبِ فالأقرَبِ
“sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat.” (HR. Ibnu Majah, shahih dengan syawahid-nya)
Kemudian, dalam hadits yang lain juga menyebutkan bahwa birrul walidain atau berbakti kepada orangtua (khususnya ibu), merupakan amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dari Atha bin Yassar, ia berkata:
عن ابنِ عبَّاسٍ أنَّهُ أتاهُ رجلٌ ، فقالَ : إنِّي خَطبتُ امرأةً فأبَت أن تنكِحَني ، وخطبَها غَيري فأحبَّت أن تنكِحَهُ ، فَغِرْتُ علَيها فقتَلتُها ، فَهَل لي مِن تَوبةٍ ؟ قالَ : أُمُّكَ حَيَّةٌ ؟ قالَ : لا ، قالَ : تُب إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، وتقَرَّب إليهِ ما استَطعتَ ، فذَهَبتُ فسألتُ ابنَ عبَّاسٍ : لمَ سألتَهُ عن حياةِ أُمِّهِ ؟ فقالَ : إنِّي لا أعلَمُ عملًا أقرَبَ إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ مِن برِّ الوالِدةِ
“Dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata kepada Ibnu Abbas: saya pernah ingin melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah dengan saya. Lalu ada orang lain yang melamarnya, lalu si wanita tersebut mau menikah dengannya. Aku pun cemburu dan membunuh sang wanita tersebut. Apakah saya masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas menjawab: apakah ibumu masih hidup? Lelaki tadi menjawab: Tidak, sudah meninggal. Lalu Ibnu Abbas mengatakan: kalau begitu bertaubatlah kepada Allah dan dekatkanlah diri kepadaNya sedekat-dekatnya. Lalu lelaki itu pergi. Aku (Atha’) bertanya kepada Ibnu Abbas: kenapa anda bertanya kepadanya tentang ibunya masih hidup atau tidak? Ibnu Abbas menjawab: aku tidak tahu amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah selain birrul walidain.” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya shahih).
Nah, sudah tahu kan sekarang betapa mulianya seorang ibu? Semoga dengan diperingatinya hari ibu pada 22 Desember ini, menambahkan rasa cinta dan bakti kepadanya. Selamat Hari Ibu untuk seluruh Ibu di Indonesia!